Minggu, 01 November 2015

TELAAH KURIKULUM PENIDIKAN
LAPORAN HASIL DISKUSI
Tentang
LANDASAN PSIKOLOGIS DAN LANDASAN PILOSOFIS
Disusun Oleh:
1.      Yance kumalla sari
2.      Rika Ariyani
3.      Sella selianita
4.      Jaya rahma hidayat

Kelas/Semester:
B/V

Dosen Pembimbing:
Dr. Kashardi, M.Pd.
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015

Pertanyaan dari kelompok 1.
1.      Landasan psikologi menunjukan bahwa pada dasarnya anak terlahir jenius. Bagaimana pendapat saudara tentang pandangan itu?
Mengapa pada akhirnya anak-anak yang  di lahirkan jenius itu menjadi berbedah satu dengan yang lainnya?

Jawaban kelompok kami:
Di jawab oleh: Jaya rahma hidayat
Memang benar setiap anak pada dasarnya terlahir jenius. Tapi terkadang kita tidak bisa menstimulasi otak anak untuk busa memunculkan kejeniusan dalam diri mereka.
Perbedaan jenius seorang anak kembali lagi pada minat dan bakat anak tersebut. Karena minat dan bakat seorang anak tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Kejeniusan seorang anak juga dipengaruhi oleh makanan yang diasup oleh anak tersebut. Makanan yang bergizi dan sehat mempengaruhi perkembangan otak seorang anak. Pengalaman yang dialami oleh masing-masing anak tersebut dalam menjalani kehidupannya juga akan berpengaruh besar pada percepatan atau perlambatan proses pemanfaatan otaknya. Anak-anak yang masa kecilnya kaya akan pengalaman tentang berbagai hal, akan memicu stimulus bagi otaknya untuk terus berkembang. Sebaliknya anak-anak yang masa kecilnya penuh dengan larangan-larangan tentang berbagai hal, akan mematikan potensi otak anak tersebut. 
Banyak dari kita yang secara sadar maupun tidak sadar memberikan berbagai label negatif pada anak, seperti, anak saya lemah di matematika, anak saya kalau pelajaran menghafal susah hafalnya, anak saya pinternya cuma main game, dan masih banyak contoh-contoh label negatif yang sering kita lekatkan pada anak-anak kita.

Pertanyaan kelompok 3.
1.      Bagaimana anda melihat minat dan bakat seorang peserta didik yang ada dalam kelas berdasarkan kurikulum yang diterapkan?

Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Yance kumala sari
Salah satu kebijakan yang akan diterapkan dari kurikulum 2013 pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah adanya program peminatan yang dimulai sejak kelas X (kelas 2 SMA), bukan penjurusan seperti yang saat ini diberlakukan. Perbedaan utama dari program ini adalah siswa diperbolehkan untuk mengambil mata pelajaran yang mereka minati tanpa terkungkung pada jurusan seperti saat ini. Siswa pada jurusan IPA boleh mengambil mata pelajaran ekonomi pada jurusan IPS sepanjang mereka minat pada mata pelajaran tersebut. Begitupun bagi siapa saja yang ada di kelas IPS boleh mengambil mata pelajaran Fisika di kelas IPA jika memang mereka minat. Mungkin itulah gambaran singkat dari perubahan penjurusan menjadi peminatan di jenjang SMA.
. Biasanya, seseorang akan sangat berminat terhadap suatu bidang tertentu (pelajaran) karena memang mereka mengerti betul akan kemampuan dan bakatnya terhadap bidang tersebut. Untuk itulah, Satu sisi yang harus diikutkan dalam pembicaraan sebuah minat adalah bakat dan kemampuan.
Dalam pengertian itulah, penjurusan merupakan sebuah konsep yang memadukan ketiga unsur tersebut, yaitu minat, bakat, dan kemampuan sehingga sistem penjurusan menurut hemat penulis sudah merupakan paket terbaik untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan minatnya sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Pertanyaan kelompok 4
1.      Karakter seperti apayang harus di miliki seorang pendidik  demi menciftakan peserta didik yang berpendidikan sesuai landasan pilosofis dan landasan psiqologis?

Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Rika ariyani
Seorang pendidik harusnya mempunyai karakter yang baik, Karakteristik adalah suatu sifat atau karakter yang baik yang harus dimiliki atau dikuasai oleh seorang pendidik untuk menghasilkan suatu generasi yang bermartabat dan berahlak.
 karakteristik yang dimaksud adalah
a). Menguasai kurikulum
Seorang guru hendaknya menguasai dan menjalankan kurikulum yang sudah berlaku atau yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulum yang dimaksud ialah serangkaianrencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (UU nomor 20 tahun 2003). Dengan adanya kurikulum ini seorang pendidik mengetahui cara mengajar yang baik sesuai perkembangan pola pikir peserta didik.

b). Menguasai materi yang di ajarkan
Pelajaran merupakan serangkaian materi yang diajarkan oleh pendidik dalam kelas, pelajaran yang ini sangat berperan penting bagi peserta didik dalam mendafatkan informasi, jadi seorang pendidik hendaknya menguasai semua materi pelajaran yang ia sampaikan kepada peserta didik. Apabila pendidik tidak menguasai materi yang ia sampaikan maka penyampaian materi atau informasi tidak efektif atau tidak masuk.

c). Terampil menggunakan multi metode pembelajaran
Metode pengajaran adalah cara pendidik dalam menyampaikan atau mengajar peserta didik, dimana metode pengajaran yang tepat dapat mendorong semangat peserta didik untuk menjadi lebih giat dalam belajar dan juga dapat dengan mudah dipahami apa yang di ajarkan, selain metode penyesuaian kondisi dan suasana juga sangat diperlukan dalam proses ngajar-mengajar bagi para pendidik.

d). Mempunyai prilaku yang baik
Moral (perilaku baik) adalah suatu perbuatan baik yang ada dalam diri seseorang. Jadi seorang pendidik hendaknya mempunyai prilaku atau moral yang baik agar mampu menjadi tauladan atau contoh bagi peserta didik, dengan adanya moral ini seorang pendidik mampu mengontol kelakuan maupun sikap saat menggajar sehingga tidak adanya perbuatan atau sikap yang tidak tidak di inginkan saat mengajar
e). Memiliki kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya.
Seorang pendidik hendaknya disiplin dalam menjalankan tugas yang ia jalankan sebagai seorang pendidik, kedisiplinan yang dimaksud disini yakni . disiplin waktu, seorang pendidik hendaknya datang tepat waktu saat melakukan tugasnya,sehingga dengan kedisiplinan waktu yang di lakukan bagi pendidik dapat menjadi tauladan atau contoh yang dapat diikuti bagi peserta didik.
 f). Mampu berkomunikasi
Seorang pendidik hendaknya mampu berinteraksi dengan orang tua peserta didik maupun masyarakat setempat untuk turut serta memberikan arahan bagi para peserta didik supaya proses pelajaran tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah saja. Dengan adanya interaksi antara pendidik dengan orang tua dan masyarakat.
Pertanyaan kelompok 5.
1.      Apa penyebab peserta didik tidak memiliki potensi?

Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Sella selianita
Sebenarnya setiap anak terlahir dengan jenius tetapi kerap keluarganyalah yang menghancurkan kejeniusan anak tersebut. Ada empat pengaruh negatif keluarga yang dapat merusak kejeniusan anak,diantaranya:
1. Kelainan emosi.
Terjadi bila orang tua memiliki watak temperamental, mudah marah, meledak-ledak, tidak mampu menguasai emosinya. Dalam keluarga seperti ini seluruh vitalitas seorang anak akan hancur karena hardikan, bentakan, hinaan dan caci maki yang terjadi secara beruntun. Rasa ingin tahu dihukum atau diacuhkan dan kegembiraan dihimpit oleh selimut tebal kemurungan. Bila hidup dalam lingkungan ini anak tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengeksplorasi, melakukan kesalahan, menemukan berbagai gagasan dan melakukan banyak hal lain yang biasa dilakukan orang jenius. Dalam keluarga dimana kegelisahan melayang-layang di atas rumah laksana awan gelap yang menggayut, anak-anak akan kehilangan sifat jenaka mereka.
2. Kemiskinan.
Keluarga miskin kurang mampu memberikan lingkungan pembelajaran yang merangsang tumbuhnya kejeniusan anak. Kehadiran orang tua yang tidak berpendidikan dan berwawasan luas dalam keluaraga miskin mengakibatkan anak-anak dalam keluarga tersebut tidak menerima berbagai rangsangan intelektual secara verbal. Selain itu perawatan kehamilan yang buruk dan kekurangan gizi pada masa kanak-kanak dapat merusak otak anak pada awal kehidupan mereka, sehingga membatasi potensi mereka untuk mengembangkan kejeniusannya. Namun harus diingat kemiskinan bukan kesalahan mereka sendiri, kemiskinan sering terjadi karena adanya ketidakadilan politik dan ekonomi.
3. Gaya hidup instan.
Terjadi dalam keluarga yang secara financial mapan, orang tua super sibuk, tidak ada cukup waktu bagi anak-anak mereka. Kalaupun mereka mempunyai waktu akhirnya mereka memfokuskan diri pada kehidupan pembelajaran anak dan seringkali para orang tua ini berpikir untuk mendapatkan jalan pintas. Mereka seringkali menekan anak-anak mereka untuk mempelajari berbagai hal sebelum anak siap. Anak TK sudah diikutkan les membaca, bahasa Inggris, matematika dan lain-lain. Pun ketika mereka di SD makin banyak lagi berbagai les dijalani oleh anak sehingga mereka kehilangan waktu untuk bermain, bergembira. Meski dari luar mereka nampak seperti anak berprestasi tinggi, seluruh kejenakaan, rasa ingin tahu, kegembiraan, kreatifitasnya sudah dihancurkan.
4. Ideologi yang kaku.
Beberapa keluarga membesarkan anak-anak dalam suatu lingkungan ketakutan dan kebencian terhadap mereka yang tidak memiliki sistem kepercayaan yang sama. Yang menjadi permasalahan bukan merupakan inti dari sistem kepercayaan tersebut tetapi bagaimana anak-anak diajar untuk takut terhadap cara berpikir yang berbeda dengan kepercayaan mereka dan untuk membenci orang-orang yang berbeda dengan cara berpikir mereka. Dalam iklim seperti itu rasa ingin tahu anak untuk mengenali cara lain untuk mendapatkan pengetahuan dan prilaku menjadi terhenti, kepekaan mereka terhadap perbedaan menjadi tumpul dan sifat fleksibel mereka hilang. 
Pertanyaan kelompok 6.
1.      Jelaskan tentang  3 macam teori Mauries L.Bage!

Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Jaya rahma hidayat dan Yance kumala sari
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori  Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.


3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

Pertanyaan kelompok 7
1.      Jelaskan 4 tahap pengembangan!

Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Yance kumalla sari dan rika ariani
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya.  Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.  Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :
a)      A). Periode Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. Sub tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.  Kemampuan yang dimiliki antara lain :
·         Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
·         Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
·         Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
·         Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
·         Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b)     Tahapan Praoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi  psikologis  muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.
Preoperasional  (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.


 Karakteristik tahap ini adalah:
·         Self counter nya sangat menonjol.
·         Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
·         Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar.
·         Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
c)     Tahapan Operasional Konkrit (umur 7/8-11/12 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
               Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
               Decentering anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
               Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
d)     Tahapan Operasional Formal (11/12-18 tahun)
Tahap operasional  formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas ) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
·         Bekerja secara efektif dan sistematis.
·         Menganalisis secara kombinasi. 
·         Berpikir secara proporsional.
Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.  Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations  paling lambat pada usia 15 tahun.  Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal opration.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal.  Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.  Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut.  Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
Pertanyaan kelompok 8.
1.      Bagaimana psikologi perkembangan peserta didik? Mengapa perkembangan peserta didik tidak selalu sama? Apa yang melatarbelakangi dan berikan contohnya?

Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: yance kumallasari
Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik.

Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia.Psikologi menempatkan manusia sebagai objek kajiannya.  Manusia sendiri adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Menyadari posisi manusia yang demikian, maka secara jelas, yang menjadi obek kajian psikologi modern adalah, manusia serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam interaksi dengan lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar