TELAAH KURIKULUM PENIDIKAN
LAPORAN HASIL DISKUSI
Tentang
LANDASAN PSIKOLOGIS DAN LANDASAN
PILOSOFIS

Disusun
Oleh:
1.
Yance kumalla sari
2.
Rika Ariyani
3.
Sella selianita
4.
Jaya rahma hidayat
Kelas/Semester:
B/V
Dosen
Pembimbing:
Dr.
Kashardi, M.Pd.
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015
Pertanyaan dari
kelompok 1.
1. Landasan
psikologi menunjukan bahwa pada dasarnya anak terlahir jenius. Bagaimana
pendapat saudara tentang pandangan itu?
Mengapa pada akhirnya anak-anak
yang di lahirkan jenius itu menjadi
berbedah satu dengan yang lainnya?
Jawaban kelompok kami:
Di jawab oleh: Jaya rahma hidayat
Memang
benar setiap anak pada dasarnya terlahir jenius. Tapi terkadang kita tidak bisa
menstimulasi otak anak untuk busa memunculkan kejeniusan dalam diri mereka.
Perbedaan
jenius seorang anak kembali lagi pada minat dan bakat anak tersebut. Karena
minat dan bakat seorang anak tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.
Kejeniusan seorang anak juga dipengaruhi oleh makanan yang diasup oleh anak
tersebut. Makanan yang bergizi dan sehat mempengaruhi perkembangan otak seorang
anak. Pengalaman yang dialami oleh masing-masing anak tersebut dalam menjalani
kehidupannya juga akan berpengaruh besar pada percepatan atau perlambatan
proses pemanfaatan otaknya. Anak-anak yang masa kecilnya kaya akan pengalaman
tentang berbagai hal, akan memicu stimulus bagi otaknya untuk terus berkembang.
Sebaliknya anak-anak yang masa kecilnya penuh dengan larangan-larangan tentang
berbagai hal, akan mematikan potensi otak anak tersebut.
Banyak
dari kita yang secara sadar maupun tidak sadar memberikan berbagai label
negatif pada anak, seperti, anak saya lemah di matematika, anak saya kalau
pelajaran menghafal susah hafalnya, anak saya pinternya cuma main game, dan
masih banyak contoh-contoh label negatif yang sering kita lekatkan pada
anak-anak kita.
Pertanyaan kelompok 3.
1. Bagaimana
anda melihat minat dan bakat seorang peserta didik yang ada dalam kelas
berdasarkan kurikulum yang diterapkan?
Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Yance kumala sari
Salah satu kebijakan yang akan diterapkan
dari kurikulum 2013 pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah adanya
program peminatan yang dimulai sejak kelas X (kelas 2 SMA), bukan penjurusan
seperti yang saat ini diberlakukan. Perbedaan utama dari program ini adalah
siswa diperbolehkan untuk mengambil mata pelajaran yang mereka minati tanpa
terkungkung pada jurusan seperti saat ini. Siswa pada jurusan IPA boleh
mengambil mata pelajaran ekonomi pada jurusan IPS sepanjang mereka minat pada
mata pelajaran tersebut. Begitupun bagi siapa saja yang ada di kelas IPS boleh
mengambil mata pelajaran Fisika di kelas IPA jika memang mereka minat. Mungkin
itulah gambaran singkat dari perubahan penjurusan menjadi peminatan di jenjang
SMA.
. Biasanya, seseorang akan sangat berminat
terhadap suatu bidang tertentu (pelajaran) karena memang mereka mengerti betul
akan kemampuan dan bakatnya terhadap bidang tersebut. Untuk itulah, Satu sisi
yang harus diikutkan dalam pembicaraan sebuah minat adalah bakat dan kemampuan.
Dalam pengertian itulah, penjurusan merupakan
sebuah konsep yang memadukan ketiga unsur tersebut, yaitu minat, bakat, dan
kemampuan sehingga sistem penjurusan menurut hemat penulis sudah merupakan
paket terbaik untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
minatnya sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Pertanyaan kelompok 4
1.
Karakter
seperti apayang harus di miliki seorang pendidik demi menciftakan peserta didik yang
berpendidikan sesuai landasan pilosofis dan landasan psiqologis?
Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Rika ariyani
Seorang pendidik harusnya mempunyai karakter
yang baik, Karakteristik adalah suatu sifat atau
karakter yang baik yang harus dimiliki atau dikuasai oleh seorang pendidik
untuk menghasilkan suatu generasi yang bermartabat dan berahlak.
karakteristik yang
dimaksud adalah
a). Menguasai kurikulum
Seorang guru hendaknya menguasai dan menjalankan kurikulum yang
sudah berlaku atau yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulum yang
dimaksud ialah serangkaianrencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (UU nomor 20
tahun 2003). Dengan adanya kurikulum ini seorang pendidik mengetahui cara
mengajar yang baik sesuai perkembangan pola pikir peserta didik.
b). Menguasai materi yang di ajarkan
Pelajaran merupakan serangkaian materi yang diajarkan oleh
pendidik dalam kelas, pelajaran yang ini sangat berperan penting bagi peserta
didik dalam mendafatkan informasi, jadi seorang pendidik hendaknya menguasai
semua materi pelajaran yang ia sampaikan kepada peserta didik. Apabila pendidik
tidak menguasai materi yang ia sampaikan maka penyampaian materi atau informasi
tidak efektif atau tidak masuk.
c). Terampil menggunakan multi metode pembelajaran
Metode pengajaran adalah cara pendidik dalam menyampaikan atau
mengajar peserta didik, dimana metode pengajaran yang tepat dapat mendorong
semangat peserta didik untuk menjadi lebih giat dalam belajar dan juga dapat
dengan mudah dipahami apa yang di ajarkan, selain metode penyesuaian kondisi dan
suasana juga sangat diperlukan dalam proses ngajar-mengajar bagi para pendidik.
d). Mempunyai prilaku yang baik
Moral (perilaku baik) adalah suatu perbuatan baik yang ada dalam
diri seseorang. Jadi seorang pendidik hendaknya mempunyai prilaku atau moral
yang baik agar mampu menjadi tauladan atau contoh bagi peserta didik, dengan
adanya moral ini seorang pendidik mampu mengontol kelakuan maupun sikap saat
menggajar sehingga tidak adanya perbuatan atau sikap yang tidak tidak di
inginkan saat mengajar
e). Memiliki
kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya.
Seorang pendidik hendaknya disiplin dalam menjalankan
tugas yang ia jalankan sebagai seorang pendidik, kedisiplinan yang dimaksud
disini yakni . disiplin waktu, seorang pendidik hendaknya datang tepat waktu
saat melakukan tugasnya,sehingga dengan kedisiplinan waktu yang di lakukan bagi
pendidik dapat menjadi tauladan atau contoh yang dapat diikuti bagi peserta
didik.
f). Mampu berkomunikasi
Seorang pendidik hendaknya mampu berinteraksi dengan
orang tua peserta didik maupun masyarakat setempat untuk turut serta memberikan
arahan bagi para peserta didik supaya proses pelajaran tidak hanya dilakukan di
lingkungan sekolah saja. Dengan adanya interaksi antara pendidik dengan orang
tua dan masyarakat.
Pertanyaan kelompok 5.
1.
Apa
penyebab peserta didik tidak memiliki potensi?
Jawaban kelompok kami:
Dijawab oleh: Sella selianita
Sebenarnya
setiap anak terlahir dengan jenius tetapi kerap keluarganyalah yang
menghancurkan kejeniusan anak tersebut. Ada empat pengaruh negatif keluarga
yang dapat merusak kejeniusan anak,diantaranya:
1. Kelainan emosi.
Terjadi bila orang tua memiliki watak temperamental, mudah marah, meledak-ledak, tidak mampu menguasai emosinya. Dalam keluarga seperti ini seluruh vitalitas seorang anak akan hancur karena hardikan, bentakan, hinaan dan caci maki yang terjadi secara beruntun. Rasa ingin tahu dihukum atau diacuhkan dan kegembiraan dihimpit oleh selimut tebal kemurungan. Bila hidup dalam lingkungan ini anak tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengeksplorasi, melakukan kesalahan, menemukan berbagai gagasan dan melakukan banyak hal lain yang biasa dilakukan orang jenius. Dalam keluarga dimana kegelisahan melayang-layang di atas rumah laksana awan gelap yang menggayut, anak-anak akan kehilangan sifat jenaka mereka.
2. Kemiskinan.
Keluarga miskin kurang mampu memberikan lingkungan pembelajaran yang merangsang tumbuhnya kejeniusan anak. Kehadiran orang tua yang tidak berpendidikan dan berwawasan luas dalam keluaraga miskin mengakibatkan anak-anak dalam keluarga tersebut tidak menerima berbagai rangsangan intelektual secara verbal. Selain itu perawatan kehamilan yang buruk dan kekurangan gizi pada masa kanak-kanak dapat merusak otak anak pada awal kehidupan mereka, sehingga membatasi potensi mereka untuk mengembangkan kejeniusannya. Namun harus diingat kemiskinan bukan kesalahan mereka sendiri, kemiskinan sering terjadi karena adanya ketidakadilan politik dan ekonomi.
3. Gaya hidup instan.
Terjadi dalam keluarga yang secara financial mapan, orang tua super sibuk, tidak ada cukup waktu bagi anak-anak mereka. Kalaupun mereka mempunyai waktu akhirnya mereka memfokuskan diri pada kehidupan pembelajaran anak dan seringkali para orang tua ini berpikir untuk mendapatkan jalan pintas. Mereka seringkali menekan anak-anak mereka untuk mempelajari berbagai hal sebelum anak siap. Anak TK sudah diikutkan les membaca, bahasa Inggris, matematika dan lain-lain. Pun ketika mereka di SD makin banyak lagi berbagai les dijalani oleh anak sehingga mereka kehilangan waktu untuk bermain, bergembira. Meski dari luar mereka nampak seperti anak berprestasi tinggi, seluruh kejenakaan, rasa ingin tahu, kegembiraan, kreatifitasnya sudah dihancurkan.
4. Ideologi yang kaku.
Beberapa keluarga membesarkan anak-anak dalam suatu lingkungan ketakutan dan kebencian terhadap mereka yang tidak memiliki sistem kepercayaan yang sama. Yang menjadi permasalahan bukan merupakan inti dari sistem kepercayaan tersebut tetapi bagaimana anak-anak diajar untuk takut terhadap cara berpikir yang berbeda dengan kepercayaan mereka dan untuk membenci orang-orang yang berbeda dengan cara berpikir mereka. Dalam iklim seperti itu rasa ingin tahu anak untuk mengenali cara lain untuk mendapatkan pengetahuan dan prilaku menjadi terhenti, kepekaan mereka terhadap perbedaan menjadi tumpul dan sifat fleksibel mereka hilang.
Terjadi bila orang tua memiliki watak temperamental, mudah marah, meledak-ledak, tidak mampu menguasai emosinya. Dalam keluarga seperti ini seluruh vitalitas seorang anak akan hancur karena hardikan, bentakan, hinaan dan caci maki yang terjadi secara beruntun. Rasa ingin tahu dihukum atau diacuhkan dan kegembiraan dihimpit oleh selimut tebal kemurungan. Bila hidup dalam lingkungan ini anak tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengeksplorasi, melakukan kesalahan, menemukan berbagai gagasan dan melakukan banyak hal lain yang biasa dilakukan orang jenius. Dalam keluarga dimana kegelisahan melayang-layang di atas rumah laksana awan gelap yang menggayut, anak-anak akan kehilangan sifat jenaka mereka.
2. Kemiskinan.
Keluarga miskin kurang mampu memberikan lingkungan pembelajaran yang merangsang tumbuhnya kejeniusan anak. Kehadiran orang tua yang tidak berpendidikan dan berwawasan luas dalam keluaraga miskin mengakibatkan anak-anak dalam keluarga tersebut tidak menerima berbagai rangsangan intelektual secara verbal. Selain itu perawatan kehamilan yang buruk dan kekurangan gizi pada masa kanak-kanak dapat merusak otak anak pada awal kehidupan mereka, sehingga membatasi potensi mereka untuk mengembangkan kejeniusannya. Namun harus diingat kemiskinan bukan kesalahan mereka sendiri, kemiskinan sering terjadi karena adanya ketidakadilan politik dan ekonomi.
3. Gaya hidup instan.
Terjadi dalam keluarga yang secara financial mapan, orang tua super sibuk, tidak ada cukup waktu bagi anak-anak mereka. Kalaupun mereka mempunyai waktu akhirnya mereka memfokuskan diri pada kehidupan pembelajaran anak dan seringkali para orang tua ini berpikir untuk mendapatkan jalan pintas. Mereka seringkali menekan anak-anak mereka untuk mempelajari berbagai hal sebelum anak siap. Anak TK sudah diikutkan les membaca, bahasa Inggris, matematika dan lain-lain. Pun ketika mereka di SD makin banyak lagi berbagai les dijalani oleh anak sehingga mereka kehilangan waktu untuk bermain, bergembira. Meski dari luar mereka nampak seperti anak berprestasi tinggi, seluruh kejenakaan, rasa ingin tahu, kegembiraan, kreatifitasnya sudah dihancurkan.
4. Ideologi yang kaku.
Beberapa keluarga membesarkan anak-anak dalam suatu lingkungan ketakutan dan kebencian terhadap mereka yang tidak memiliki sistem kepercayaan yang sama. Yang menjadi permasalahan bukan merupakan inti dari sistem kepercayaan tersebut tetapi bagaimana anak-anak diajar untuk takut terhadap cara berpikir yang berbeda dengan kepercayaan mereka dan untuk membenci orang-orang yang berbeda dengan cara berpikir mereka. Dalam iklim seperti itu rasa ingin tahu anak untuk mengenali cara lain untuk mendapatkan pengetahuan dan prilaku menjadi terhenti, kepekaan mereka terhadap perbedaan menjadi tumpul dan sifat fleksibel mereka hilang.
Pertanyaan kelompok 6.
1. Jelaskan
tentang 3 macam teori Mauries L.Bage!
Jawaban
kelompok kami:
Dijawab
oleh: Jaya rahma hidayat dan Yance kumala sari
Teori
behavioristik adalah sebuah
teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai
berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang
telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi
diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini
adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada
pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam
konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan
landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa
dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat
keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya
dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Pertanyaan kelompok 7
1. Jelaskan
4 tahap pengembangan!
Jawaban
kelompok kami:
Dijawab
oleh: Yance kumalla sari dan rika ariani
Menurut
Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang
tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget
membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :
a) A).
Periode Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Menurut
Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah
periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam
sub-tahapan:
Sub-tahapan skema
refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama
dengan refleks.Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam
minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan. Sub tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara
usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi
antara penglihatan dan pemaknaan.
Sub-tahapan koordinasi
reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
Ciri
pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi
langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :
·
Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk
yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
·
Mencari rangsangan melalui sinar lampu
dan suara.
·
Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
·
Mendefinisikan sesuatu dengan
memanipulasinya.
·
Memperhatikan objek sebagai hal yang
tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b) Tahapan
Praoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Tahapan
ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran
(Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara
mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang
jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut
Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan
kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif
bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu,
mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut
berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari
orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan
intuitif.
Preoperasional
(umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan
konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan
dalam memahami objek.
Karakteristik tahap ini adalah:
·
Self counter nya sangat menonjol.
·
Dapat mengklasifikasikan objek pada
tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
·
Mampu mengumpulkan barang-barang menurut
kriteria, termasuk kriteria yang benar.
·
Dapat menyusun benda-benda secara
berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
c) Tahapan
Operasional Konkrit (umur 7/8-11/12 tahun)
Tahapan
ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan
kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi kemampuan untuk
memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan
bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering anak mulai
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility anak mulai memahami
bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan
sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang,
atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi
cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap
sama banyak dengan isi cangkir lain.
d) Tahapan
Operasional Formal (11/12-18 tahun)
Tahap
operasional formal adalah periode
terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak
dalam usia sebelas tahun (saat pubertas ) dan terus berlanjut
sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal
seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya
dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas
(saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia
dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Pada
tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
·
Bekerja secara efektif dan sistematis.
·
Menganalisis secara kombinasi.
·
Berpikir secara proporsional.
Menarik
generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini
mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling
lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi
selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya
telah melampaui, belum dapat melakukan formal opration.
Proses
belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda
dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional,
dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional
konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional
formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang
akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar dalam
merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap
tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai
dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
Pertanyaan
kelompok 8.
1. Bagaimana
psikologi perkembangan peserta didik? Mengapa perkembangan peserta didik tidak
selalu sama? Apa yang melatarbelakangi dan berikan contohnya?
Jawaban
kelompok kami:
Dijawab
oleh: yance kumallasari
Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang
sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia.Psikologi menempatkan manusia
sebagai objek kajiannya. Manusia sendiri
adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Menyadari posisi manusia
yang demikian, maka secara jelas, yang menjadi obek kajian psikologi modern
adalah, manusia serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam interaksi dengan lingkungannya.